Minggu, 12 April 2009

Pelangi dan Nano-nano

Kamar biru itu tidak ada yang berubah.semua property sederhana yang ada di dalamnya tetap berada di posisinya masing-masing.hanya tuts keyboard dan beberapa titik di sudut kamarnya yang berlapiskan debu pertanda kamar itu cukup lama ditinggal oleh penghuninya.andaikan keyboard itu bisa berbicara tentu benda itu sudah berteriak-teriak akibat tidak diperhatikan si empunya.’sudah menekan tuts ku tanpa perasaan sama sekali, sekarang kau biarkan aku berlapiskan debu setelah kau tinggal seminggu,dasar manusia!!!’,

ipung tersenyum dari lamunannya.Capek dan lelah, ipung merebahkan badannya di kasur tidur. Malas untuk sekedar membersihkan tuts keyboard yang mengomel tadi dikarenakan rasa lelah akibat perjalanan panjang hari ini. Perjalanan kembali dari kampungnya yang kecil kepada sebuah rutinitas di ibukota yang bagi orang-orang kecil sepertinya penuh dengan janji-janji keberhasilan.ibukota, tempat dia menggapai cita dan mempertaruhkan idealismenya.ibukota yang tidak pernah sama sekali terpikirkan oleh dirinya untuk dijadikan sebagai tempat mengadu nasib.

Sedikit tersenyum membayangkan apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Seminggu terakhir ini hidupnya penuh dengan warna bagaikan pelangi (merah,kuning,hijau di langit yang biru) dan penuh dengan rasa bagaikan permen nano-nano (manis,asem,asin rame rasanya). Seminggu terakhir ipung habiskan di kampung kecilnya.

Seminggu yang berharga untuk rehat dari rutinitas yang menjebaknya.seminggu itu pula dia habiskan waktunya untuk bersama keluarga dan sahabatnya. Seminggu yang terasa begitu cepat dan berharga.”ah….waktu seminggu yang diisi dengan banyak hal yang menyenangkan memang akan terasa begitu singkat”,perkataan teman ipung ketika dia ditanya kepuasannya di kampung selama seminggu ini.

Lebih kurang delapan hari, ipung berada di kampung. Benar-benar dimanfaatkannya untuk melampiaskan rasa rindunya.baik itu kepada keluarga atau hal-hal yang ada di kampung kecilnya. Rindu kepada masakan ibundanya, rindu kepada makanan-makanan khas di kampung kecilnya, rindu dengan teman-teman semasa SMA nya. Hal-hal inilah yang membuat perjalanan ipung pulang kali ini dipenuhi dengan berbagai rasa nano-nano.rasa makanan-makanan yang beragam inilah yang membuatnya bagai nano-nano.

Lalu bagaimana dengan pelangi??merah,kuning,hijau di langit yang biru.ah..masih dengan berbaring telentang di kasur ipung pun kembali tersenyum sendiri.warna pelangi!!!itulah suasana hati ipung selama di kampungnya.beragam bagaikan pelangi di langit hatinya. Pelangi?indah memang, tapi hal ini hanya bisa dilihat setelah kita terlebih dahulu mengalami hujan.ipung juga merasakan hal yang sama.merasakan hujan untuk dapat melihat pelangi yang muncul di hatinya.

Ah, menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ipung pun memejamkan mata berusaha untuk tidur dan berharap bahwa hujan itu adalah sebuah ujian dari-Nya untuk menguatkan dirinya sendiri agar bisa kuat untuk dapat melihat keindahan pelangi.

”maafkan aku,maafkan aku yang telah merusak dan mengotori langit-langit hatimu.mungkin ini bagian dari resiko yang pernah kau katakan tatkala kau bertanya dan meyakinkan diriku sendiri bahwa aku ingin menunggu.bukankah kau memang telah melarang untuk menunggu!”-efek dari kepala batu gumam ipung-

***

Ah, acak kadut ni jalan cerita.imajinasinya kurang.lebih gampang menulis true story dibanding fiksi.hehehehe
 


4 komentar:

  1. si ipung pulangnya ke kampung kecil di sebuah desa sempit kota mungil.

    mb katerinas, cerita yang di blog itu true story ya?

    BalasHapus
  2. iya :)

    kampungnya dimana? saya jg orang sana lho

    *ada 3 cerita sebelumnya yg saling ber hub*

    BalasHapus
  3. turut berduka cita mb kalo gitu.insya ALLAH tempat terbaik kembali adalah kepada-Nya.semoga diberi kesabaran dan ketabahan.

    BalasHapus