Sabtu, 11 Juli 2009

no title

‘’bangun..bangun!!udah subuh”

“pung, makanannya dah siap!!”

“mau sarapan apa pung??”

“pagi ini anteri mamak ke pasar ya?!”


***

Hanya sebagian kecil dari ucapan-ucapan rutin yang ipung ingat dari mamaknya di kampung sana. Lebih kurang sudah 2 tahun , ipung tidak lagi tinggal bersama mamaknya. tapi ucapan-ucapan di atas masih melekat dan tidak berubah tatkala ipung sedang pulang kampung mengunjungi mamaknya.

Tentu bukan hanya ucapan-ucapan di atas saja yang teringat di kepala ipung, banyak hal dan ucapan laen yang merupakan ekspresi sebuah rasa kasih sayang dari mamaknya (sekalipun itu ucapan marah)

Apa kabar mak di kampung sana?semoga ALLAH senantiasa melindungimu dan menjaga kesehatanmu

Tak terasa sebentar lagi, kembali memasuki bulan ramadhan. Ramadhan yang akan sama dengan 2 tahun yang lalu. Ramadhan dimana ipung tidak bisa sahur dengan masakan-masakan mamak yang merupakan favoritnya, berbuka dengan ta’jil khas mamak yang menyegarkan, tarawih bersama di masjid, dan hal-hal laen yang biasa dilakukan bersama. 

Seminggu yang lalu, ipung menelpon mamaknya di kampung. Seperti biasa, bertanya kabar dan bertukar cerita antara orangtua dan anaknya. Seiring dengan candaan , dari nada suaranya ,mamak cukup bahagia. Tampak kerinduan dari pertanyaan, “kapan lagi pulang?”.ah, mamak.tahukah kau kalau ipung juga sangat rindu padamu.

Teman, bagi ipung, mamak adalah inspirasi dan sumber kekuatan. Orang boleh bilang, kalau ,”ah dasar!!anak cengeng”, ato “hu…anak mami”, atau sebutan laennya. Ya, itu memang benar. Sepeninggal bapak, hanya mamaklah yang menjadi sumber kekuatan ipung. Tapi begitulah adanya. Ipung mencintai wanita setengah abad yang telah membesarkannya hingga seperti sekarang ini.

Andaikan mamak ada di hadapan ipung sekarang, akan langsung ku peluk ia erat-erat, kuambil kembali satu memori di dalam kepalaku akan bau tubuhnya yang sangat kukenali, kuciumi wajah rentanya dengan sepenuh hati, kupijat kaki dan tangannya yang sekarang penuh keriput. Tak lupa, kan kusita waktuku sekian jam hanya untuk menemaninya bercerita hingga beliau merasa cukup untuk bercerita. 
Apakah itu berlebihan? 

Kupikir tidak. Lagipula Rasulullah yang tak pernah merasakan kasih sayang ibunya di masa-masa mudanya pun memerintahkan kita umatnya untuk memuliakan ibu. Apatah lagi kita yang telah menghisap sekian banyak waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memelihara kita hingga seperti ini? Tentu saja pemuliaan kita haruslah lebih berlipat jumlahnya. 

Kembali ke angka 1 bulan menjelang ramadhan. Mencoba mempersiapkan segala sesuatunya sendiri (lagi). Yup..sudah 2 tahun, hanya mengulang rutinitas-rutinitas yang sama.sahur, buka, dan tarawih seperti biasa, hanya dengan orang yang berbeda. Mungkin rindu ini akan tertahan hanya sebulan saja, dan ketika saatnya nanti akan tumpah dengan indah tatkala pertemuan suci di hari yang fitri kelak bersama mamak dan keluarga.

Atau mungkin, inilah saatnya bagiku untuk segera mencari ibu bagi calon anak-anakku? 

Mungkin. …

***

Ibu
Peluh yang mengalir deras dari tubuhmu
Ibarat garam yang memberi rasa pada hidupku 

Dan juga untuk calon ibu bagi anak-anakku.. 

Aku menanam bunga di tanah hatiku
Ku sirami dengan rindu yang menggebu
Ke beri pupuk cinta yang menderu
Kelak jika bunganya mekar dan tumbuh
Akan kurangkai ia ke salah satu celah di hatimu


(Re-write tatkala bayang-bayang mamak muncul
My mom n my family, luv u)



6 komentar: