Jumat, 09 Januari 2009

part 1 (arsip-arsip lama)

ini adalah tulisan salah satu teman saya, sudah lama sekali, iseng di repost ulang disini.silahkan menikmati

MENANTU PILIHAN IBU

Kriteria Dari Ibu

Suatu hari aku pernah bertanya pada ibu. Sosok menantu seperti apa yang beliau inginkan. Tanpa pikir panjang beliau langsung menjawab, “Aku pengen duwe mantu dokter.”. Jawaban ibu itu sungguh diluar dugaan. Saya terkejut mendengarnya. Ada dua hal yang menyebabkan saya terkejut. Pertama, setahu saya tidak ada profesi yang lebih beliau kagumi daripada POLWAN. Kedua, jawaban seperti itu secara mutlak mengabaikan kapasitas dan kualitas saya. Mana ada dokter mau sama seorang pegawai rendahan seperti anaknya ini?

Usut punya usut, ternyata alasan beliau meminta menantu dokter adalah karena kebanggaan beliau pada saudara sepupu saya. Dia adalah seorang dokter umum lulusan UNS. Memang dia adalah anak perempuan yang paling dibanggakan oleh keluarga besar ibu. Tapi profesi dokter pastilah tidak cukup untuk membuat ibu ‘terobsesi’. Pasti ada faktor lain. Berdasarkan penilaian saya, memang ‘mbak dokter’ punya perhatian yang cukup besar pada ibu. Lebih besar dari pada perhatian keponakan ibu yang lainnya. Dia memang lebih istimewa bagi ibu. Ikatan emosional ibu dengannya cukup kuat. Bila ibu sakit, kakak sepupuku itu adalah orang pertama yang beliau ingat.

Sehebat apapun ‘mbak dokter’ di mata ibu, berharap punya menantu dokter seperti dia adalah tidak logis menurut saya. Bagi saya, kriteria dokter terlalu tinggi untuk bisa saya penuhi. Seperti kata peribahasa, ibarat katak merindukan bulan. Lagi pula, bagi saya sendiri bukanlah suatu keistimewaan memiliki istri dokter. Justru ketika seorang istri mau seratus persen berkosentrasi mengurus rumah tangga dan mendidik anak, itulah yang istimewa bagi saya. Disinilah pandangan saya dan ibu tidak bertemu. Tapi bagaimanapun juga, sebagai seorang anak tetap saja ada keinginan untuk memenuhi harapan ibu. Bisa memenuhi keinginan ibu adalah juga keistimewaan tersendiri.

Malangnya setelah mengukur diri dalam waktu yang lama, makin jelas bahwa keinginan ibu itu tak ubah harapan kosong belaka. Saya selalu menjadi rendah diri bila harus membandingkan pangkat saya yang rendah dengan prestisiusnya profesi dokter. Mengharap sosok dokter wanita saja sudah merasa tak pantas, apalagi meminangnya. Belum lagi ledekan teman-teman ketika saya menceritakan harapan ibu yang melangit itu. “Ngaca Mas !”, begitulah tanggapan mereka. Tanggapan yang singkat tapi sudah cukup untuk meluluh-lantakan mental saya sampai ke titik nadir.

“Maaf ibu, anakmu ini mungkin tidak bisa memenuhi keinginanmu”. Kalimat ini sudah saya persiapkan sedari dulu. Mungkin suatu hari nanti saya harus mengucapkannya.

Mimpi ibu itu telah banyak menyita pikiranku. Walaupun tidak sanggup mewujudkannya, setidaknya permintaan ibu itu menyadarkanku pada tiga fakta yang lama terabaikan. Fakta pertama, ibu saya adalah seorang wanita tulen. Fakta kedua, benar kata orang bijak : “wanita lebih mengandalkan perasaan dari pada logika.”. Fakta ketiga, menanyakan keinginan makhluk yang sering mengalahkan logika hanya akan mempersulit diri sendiri. Akhirnya saya hanya bisa mengambil hikmah atas permintaan ibu itu. Hikmahnya adalah hindari bertanya pada wanita. Jawaban mereka justru bisa menyulitkanmu.


19 komentar:

  1. nah,,,cari yang 100% seperti itu dan 100% dokter,,ngaca mas, Allah nciptain mahluknya serba adil, kalo bu dokter cuma cocok dengan pak dokter atau setara, saya mo protes sama Allah,,hehe
    bersaing kita berarti :)

    BalasHapus
  2. memang kmi suka menyulitkan...
    Itu mungkin karena perempuan diciptakan sangat berbeda dari laki-laki.
    Seringkali kmi sebenarnya punya ''maksud'' yang sama namun di utarakan dengan cara berbeda.

    kmi yg lebih dominan ''perasaannya'' akan sulit dimengerti dgn cara kalian yg slalu penuh ''logika''
    Ya, mungkin karena itulah akhirnya timbul ungkapan Men are from Mars and Women are from Venus...

    BalasHapus
  3. wah, mas agung calon dokter juga ternyata?!pantes memprotes kalo ado 'pegawai rendahan' melamar calon dokter.hehehe,peace

    BalasHapus
  4. putra baru dnger tuh ada ungkapan "Men are from Mars and Women are from Venus", artinya apa fi?

    BalasHapus
  5. ini adalah tulisan salah satu teman saya, sudah lama sekali, iseng di repost ulang disini.silahkan menikmati part 1

    BalasHapus
  6. Masa sih baru denger???
    ungkapan itu fi kutip dari judul buku psikologi yg sama. Penulis nya kalo ga salah John Gray Ph.d

    bukunya keren banget...bagus banget buat ngertiin karakter perempuan dan laki-laki.

    Jadi ga akan lagi deh ada anggapan
    "hindari bertanya pada wanita. Jawaban mereka justru bisa menyulitkanmu"

    hehehe...

    BalasHapus
  7. di bagian mana nie yg gak sependapatnya?apa "jangan bertanya pada wanita, karena justru akan menyulitkanmu"?

    BalasHapus
  8. Kayaknya dibagian itu d put
    *sok nganalisa gini...hehe sok tau bgt c ficca...

    Wkwkwk

    BalasHapus
  9. berarti dah dianalisa juga tu bulukucing ama fica di atas

    BalasHapus
  10. bukan.. itu mah persepsi orang aja..

    ga setuju sama pemikiran "Mana ada dokter mau sama seorang pegawai rendahan seperti anaknya ini?"

    jjahh.. langsung masuk blacklist kalo ada yg mikir kaya gitu..
    menganggap diri sendiri rendah..
    ngeliat orang dari status sosial..
    jjahh..

    dokter juga manusia kalee..
    tidak memanusiakan manusia nih..

    dan herannya,, masih banyak yang punya pemikiran kaya gitu..
    tragis..

    mana semangatmuuu??

    BalasHapus
  11. pemikiran itu kan juga persepsi orang (penulis) ya...yg emang g bisa dipaksakan...

    Kalo buat aku sih, pemikiran penulis* g sepenuhnya salah...bukannya dia memandang rendah diri-nya...Tapi lebih kepada *ngaca alias sadar diri.
    Dalam mencari n menemukan pendamping hidup a.k.a jodoh emang mesti yang SEKUFU kan?!

    Nah SEKUFU itu sendiri ga lepas dari agama, latar belakang ekonomi, status sosial, pendidikan, dll...Jadi ya memang harus ''sadar n ngaca dulu c'' sebelum menentukan tipe/kriteria pasangan...

    Jangan terlalu melambung tinggi, ntar stress kl tnyata g sesuai impian..

    aku c lebih cenderung "berkaca diri" dalam hal ky gini ya...Karena kebanyakan dr qta justru menentukan standart yg super duper tinggi tanpa pernah berkaca siapa sebenarnya kita...
    Ini renungan buat kita semua:
    Pernahkah berpikir "Mau kah diri saya menikahi saya sendiri?"
    Pernah ngebayangin ga sosok "diri" kita jadi pasangan kita? Sosok yg sama persis menjadi suami/istri kita?

    Jangan-jangan, diri kita sendiri menolak pasangan model kaya diri kita ini? Nah lho....

    Intinya mari "berkaca"...hehehe

    BalasHapus
  12. Yap.. setuju sama mbak..
    tapi inget juga, ga perlu berstatus sosial sama untuk jadi sekufu.. :-)
    kalo bapakku dulu mikir kaya begono yang di atas, bisa2 aku ngga lahir nih.. =P
    ato kalo semua cowo mikir kaya begono,, bisa2 aku ma temen2ku yg cewe susah nikahnya deh.. hahaha.. =D

    Hmm.. jadi inget sebuah obrolan singkat di sms bersama sahabatku..

    "Bud, gw jatuh cinta.."
    "Sama sapa, Din?"
    "Sama diri gw sendiri.. ^_^" tersipu beneran..
    "Ya iyalah, Din.. kita kan mesti belajar menyukai diri kita sendiri sebelum bisa menyukai dan disukai orang lain."
    "Iyah.. kalo gw cowo, gw akan jatuh cinta sama cewe model kaya gw. hahaha..
    Lw gimana? Jatuh cinta ngga sama diri lw sendiri?"
    "Iya doong.."


    dan tak lama lagi insyaAllah sahabatku itu akan menikah..
    dengan gadis yang jatuh cinta sama cowo model kaya dia.. :-)

    BalasHapus
  13. ya ini sih g saklek2 amat...
    cuma yah jangan terlalu jomplang juga sih...Ntar kasian salah satu pihak...
    *ups lagi2 ini pemikiran pribadi loh ya...(beda itu biasa kan?!)

    Pada intinya sih..smua itu kan Rahasia Allah...yg jelas siapapun jodoh kita nantinya...Pasti Allah telah menyiapkan yg terbaik buat kita...Amiiin

    BalasHapus