Minggu, 21 Juni 2009

Terkadang Keberhasilan Diawali Dengan Kesalahan

Bila engkau tak menanam dan engkau melihat orang yang mengetam,

Maka engkau meneysal karena menyia-nyiakan masa menanam.

(Khalid bin Mi’dan)

 

Namanya adalah Sibawaih, siapapun yang pernah mendalami ilmu Bahasa Arab dengan mendalam pasti akan tahu persis dengan nama ini. Ya, seorang Imam dalam bidang Nahwu dan pakar dalam kesusasteraan Arab. Namun tahukah, bahwasanya ia menjadi mumpuni dalam bidangnya karena berawal dari kesalahan. Kesalahan yang mengantarkan ia menjadi seorang terkenal dan menjadi hebat dalam bidangnya.

 

Ceritanya berawal dari belajarnya Sibawaih mendalami ilmu hadits pada gurunya Hammad bin Salamah. Ketika sang guru menyampaikan sebuah kata, “laisa min ashabii illa wa lausyi’ta laa khadzta alayhi laisa abaa darda’” Namun Sibawaih membacanya dengan perkataan. “Laisa Abu ‘d-Darda’.” Sontak sang guru yakni Hammad bin Salamah menyergahnya, “Engkau telah melakukan kekeliruan secara tata bahasa, wahai Sibawaih.”

 

Berbeda dengan masa kini, etos telah menjadikan setiap kali orang salah, maka setiap kali itu pula seseorang akan meninggalkannya dan berjauhan untuk memperbaikinya. Kesalahan dijadikan sebuah alasan untuk tidak menjadi lebih baik, melainkan justru menjadi sesuatu yang memalukan. Kesalahan dalam hal yang memang tidak diketahui menjadikan seseorang untuk tidak bergegas mengetahuinya. Ironis bila dibandingkan Sibawaih yang lantas menguatkan tekad dengan perkataannya, “Sungguh, aku akan mencari ilmu sehingga engkau takkan pernah menyalahkanku lagi!.” Lantas semenjak itulah Sibawaih mendalami ilmu dan melakukan mulazamah (belajar langsung dengan bertatapan muka seorang kepada guru) kepada Al Kholil. Dan waktu menjawab keseriusan tekad berubah menjadi kumpulan cerita hebat. Terkokohkanlah Sibawaih menjadi ahli dalam bidang Sastra dan Bahasa Arab hingga hari ini.

 

Cerita yang sama pun datang dari Ibnu Hazm Al Andalusi begawan ilmu dari Andalusia yang mengokohkan kakinya menjadi seorang faqih pada masanya hingga kini. Karya monumentalnya bernama Al Muhalla telah membuat mata penuntut ilmu terhilangkan dahaga soal madzhab fiqh yang sangat saklek. Madzhab dzahihiri yang menghukumi sesuatu melalui tekstual perkara. Ibnu Hazm pun menjadi hebat karena bermula dari sebuah kesalahan. Kesalahan yang mungkin saat ini layak untuk ditertawakan. Sebab sebagian besar orang lebih setuju menghabiskan waktunya untuk menertawakan kesalahan dibanding memperbaiki setiap kesalahan. Ibnu Hazm pernah menceritakan apa yang ia alami sehingga mendorong dirinya untuk mempelajari bahkan mendalami ilmu fiqh.


Awalnya ia pernah menghadiri kematian pamannya. Ia memasuki masjid sebelum shalat Ashar, sedangkan di masjid kala itu sedang ada sebuah halaqah. Ia langsung duduk tanpa melaksanakan shalat tahiyyatul masjid. Maka ustadznya saat itu memberikan isyarat pada dirinya agar ia melaksanakan shalat terlebih dahulu. Namun Ibnu Hazm tidak memahami isyarat tersebut. Sehingga orang-orang berada di dekatnya menyindir dengan perkataan, “Apakah kamu telah memasuki usia baligh? Sehingga kamu tidak tahu bahwasanya shalat Tahiyyatul Masjid diwajibkan bagi seseorang yang telah baligh?” padahal ketika itu Ibnu Hazm berusia 26 tahun.

 

Maka setelah teguran tersebut Ibnu Hazm bersegera untuk berdiri dan melaksanakan shalat, takkala si mayit telah selesai dikebumikan maka para kerabat mayit masuk ke dalam masjid bersama-sama. Lantas ia pun melakukan shalat tahiyatul masjid kembali. Akan tetapi ia pun salah dengan sikapnya yang kedua, dengan perkataan kerabat-kerabatnya, “Duduk, duduk. Ini bukan waktunya shalat.” (Hal ini dikarenakan shalat masjid hanya dilakukan sekali, dan kemungkinan ketika itu kerabat-kerabat mayit meninggalkan sesuatu benda bahwa akan kembali ke masjid lagi, sehingga tidak perlu melakukan shalat tahiyatul masjid lagi, pen). Dengan keadaan yang merasa malu untuk kali keduanya, Ibnu Hazm segera meninggalkan kerabatnya dan bertanya kepada sang ustadznya tadi agar menunjukkan dimana rumah Asy Syaikh Al Faqih Al Musyawir Abu ‘Abdullah bin Dahwah.


Lantas ia pun pergi kesana dan meminta kepada syaikh tersebut untuk meminta arahan kitab apa yang layak dipelajari dalam bidang fiqh. Lantas syaikh tersebut menjamunya dengan Al Muwattha’ karya Al Imam Malik bin Anas. Ibnu Hazm menekuni hari-harinya dengan langsungan waktu tiga tahun tanpa kenal henti menggali keluhuran ilmu dari ushul hingga pembagiannya. Dan kini kita bisa merasakan manfaatnya dari ijtihad fiqhiyyah seorang Ibnu Hazm yang pernah malu karena kesalahannya.

 

Mari Melakukan Kesalahan

Terkadang ada orang-orang yang menjadi hebat karena didahului oleh kesalahan. Ada orang-orang yang mengambil sebuah kesempatan hingga perulangan menjadi kebaikan sekalipun berawal dari kesalahan. Sebab kadang kala seseorang mengejar kesuksesan melalui tangga kesalahan terlebih dahulu. Istilahnya dikenal erat dengan nama kegagalan. Tidak semua kesuksesan memenangkan kesejatian atas kesalahan. Bahkan terkadang dibutuhkan kesalahan agar mengulangnya menjadi sebuah pengalaman pangkal penasaran. Pengalaman yang indah dikenang kala kesuksesan tergenggam dengan erat.

 

Potensi diri adalah sesuatu yang sangat mahal harganya, tidak bisa dibeli dengan rayuan dan tidak bisa ditawar dengan bayaran tertentu. Keindahan potensi diri tercermin dalam beberapa hal soal bagaimana cara menggalinya. Awalnya adalah sebuah kesadaran akan apa yang dapat dilakukan, tumbuhlah hal tersebut menjadi kesempatan, dan berbungalah disana menjadikannya sebagai sebuah kemampuan, hingga berbuahlah menjadi sebuah harapan. Lantas biarkanlah semua itu terjawab dengan hasil berupa untaian tawakkal sebagai tingkatan tertinggi sebuah jawaban. Itulah bagaimana cara menemukan potensi diri sebenarnya.

 

Sibawaih dan Ibnu Hazm telah melakukannya. Ternyata kesalahan mesti dilakukan bila seseorang berharap kesuksesan. Awalnya memang sesuatu tak terduga, tapi dari ketakterdugaan hal itulah Sibawaih dan Ibnu Hazm menemukan potensi dirinya. Lagi-lagi potensi diri adalah soal keinginan untuk menjadi lebih baik. Dan tidaklah mungkin akan ada kebaikan tanpa sebuah kesalahan. Jangan ragu untuk salah, namun takutlah bila usaha yang dilakukan tidak pernah mengalami kesalahan. Karena bisa jadi suatu kesuksesan tanpa sebuah kesalahan adalah tipuan yang menyesatkan untuk menjadikan seseorang lupa akan dikemanakan kesuksesan itu. Lakukanlah dan jangan takutkan sebuah usaha, kejarlah kesempatan dan jangan menunggu kapan kesempatan itu tiba. Karena kedepan bisa jadi keunikan dari kesalahan yang dimiliki menjadi sebuah letusan momentum keberhasilan bagi orang lain. Bergabunglah bersama Sibawaih, Ibnu Hazm, sebagai sebuah rombongan besar para pembuat kesalahan. Jadikanlah tertawaan itu sebagai bagian dari semangat. Gali potensi diri lebih baik, dan mulailah menanam apa yang dapat kita lakukan hari ini.

 

Sungguh indah ucapan disaat beliau usai mengucapkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, “Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416), “Bila engkau berada di sore hati maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya bila engkau berada di pagi hari, janganlah menanti datangnya sore hari. Gunakanlah waktu sehatmu (untuk beramal ketaatan) sebelum datang sakitmu. Dan gunakan hidupmu (untuk beramal shalih) sebelum kematian menjemputmu.”

 
WaLLahu ‘Alam bi Shawwab


writen by : rizki aji

http://sobat-muda.com/content/view/140/70/

11 komentar:

  1. jangan takut untuk melakukan sebuah kesalahan yang tentu diambil dengan upaya dan pertimbangan terlebih dahulu.kelak ketika telah mengambil keputusan dan salah maka belajar dari kesalahan tersebut untuk mengambil keputusan selanjutnya

    BalasHapus
  2. tapi umat islam jaman sekarnag, tidak banyak belajar dari kesalahan orang orang sebelumnya justru tambah membuat kesalahan..

    liat aja, udah 1430 tahun umat islam masih bersoftex kan made in kafir, dan celakanya, umat islam jaman sekarang semakin beriman semakin bermusuhan, lihat aja antara kelompok islam yang ada disini, saling merongrong satu sama lain, tinggal perang fisiknya aja kali..

    BalasHapus
  3. Kadang kita cukup perlu belajar dari kesalahan orang lain

    BalasHapus
  4. kalau udah buat kesalahan terus kagak nyadar memperbaiki diri parah tidak ya ? :D

    malang banget umat islam, banyak yang tidak nyadar kalau ada yang salah dengan umat islam selama ini dan sedikit sekali yang menyadarinya...

    BalasHapus
  5. Iya, betul!
    Btw, softex? Kok?
    Emang ada alternatif laen?

    BalasHapus
  6. Benar sekali, dalam sebuah kata-kata yg saya kutip di ebook saya :


    Sejarah mengingatkan kita bahwa, selama perjalanan hidup, kebanyakan orang-orang terkemuka telah menghadapi masa-masa yang sangat sulit. Berulangkali mereka harus menghadapi rintangan-rintangan yang datang silih berganti dan bertahan ketika mengalami kegagalan-kegagalan dan kemunduran-kemunduran. Cara mereka menangani pengalaman-pengalaman tersebut sekaligus membentuk kepribadian mereka. Secara umum, kejayaan yang akhirnya mereka raih sering berpangkal dari penolakan mereka untuk menyerah sesudah melakukan kesalahan-kesalahan atau mengalami kekalahan-kekalahan.


    Saya misalnya menemukan kegagalan-kegagalan dalam menulis buku. Buku yg saya tulis sendiri so far masih dinilai "membingungkan"
    cuma belum tahu, secara spesifik mana yg membingungkan ... Makanya saya adain lomba kritik :
    http://ekobs.multiply.com/journal/item/177/Lomba_menulis_kritik_berhadiah_2_buku_

    BalasHapus
  7. Dalam e-book saya ttg Facebook, Bango dan Linux, salah satu bdaya parah yg berkembang di kita adalah CANNIBALISM

    BalasHapus
  8. ayo, siapa yang bisa jawab tentang softex? emang ada produk lain yang lebih baik?

    BalasHapus